Senin, 21 Maret 2011

“Penyakit SARS” Merupakan Salah Satu Penyakit Air Born Dieases

1. Pengertian

SARS singkatan dari Severe Acute Respiratory Syndrome adalah sekumpulan gejala sakit pernapasan yang mendadak dan berat atau disebut juga penyakit infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus Corona Family Paramyxovirus.
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) atau Corona Virus Pneumonia(CVP) adalah Syndroma pernafasan akut berat yang merupakan penyakit infeksi pada jaringan paru manusia yang sampai saat ini belum diketahui pasti penyebabnya.

SARS (severe acute respiratory syndrome) adalah suatu jenis kegagalan paru-paru dengan berbagai kelainan yang berbeda, yang menyebabkan terjadinya pengumpulan cairan di paru-paru (edema paru). SARS merupakan kedaruratan medis yang dapat terjadi pada orang yang sebelumnya mempunyai paru-paru yang normal. Walaupun sering disebut sindromagawat pernafasan akut dewasa, keadaan ini dapat juga terjadi pada anak-anak.

Coronaviruses adalah sekelompok virus yang memiliki halo atau seperti mahkota (korona) muncul ketika dilihat di bawah mikroskop dan merupakan penyebab umum dari ringan sampai penyakit pernapasan bagian atas-moderat pada manusia dan dapat menyebabkan penyakit parah pada hewan di mana mereka dapat menyebabkan pernafasan , gastrointestinal, hati dan penyakit neurologis - coronaviruses juga kadang-kadang dikaitkan dengan pneumonia pada manusia, terutama mereka dengan sistem kekebalan yang lemah.

Virus SARS-COV dapat bertahan hidup di lingkungan selama beberapa hari, tergantung pada sejumlah faktor seperti jenis material atau cairan tubuh yang mengandung virus dan berbagai kondisi lingkungan seperti suhu atau kelembaban.
Walaupun sering disebut sindroma gawat pernafasan akut dewasa, keadaan ini dapat juga terjadi pada anak-anak. Secara proposional ada 2 definisi kasus SARS, yaitu “suspect” dan “probable”sesuai kriteria WHO.
Definisi penderita suspect (diduga) mempunyai riwayat sebagai berikut :
• Demam tinggi (> 38 ⁰C / 100,4 ⁰F) disertai dengan batuk atau mengalamikesulitan bernafas ditambah dengan adanya satu atau lebih riwayat pajanandalam 10 hari sebelum timbulnya gejala klinis yaitu :
a. Pernah kontak dekat dengan penderita suspect atau penderitaprobable SARS (seperti merawat penderita, tinggal bersama, menangani sekret atau cairan tubuh penderita)
b. Dan atau adanya riwayat pernah melakukan perjalanan kedaerah yang sedang terjangkit SARS Dan atau tinggal didaerah yang sedang terjangkit SARS.
Definisi penderita probable (mungkin) adalah penderita suspect sepertI yang disebutkan diatas disertai dengan :
a. Gambaran radiologis adanya infiltrat pada paru yang konsisten dengan gejala klinis pneumonia atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) yang ada.
b. Atau ditemukannya coronavirus SARS dengan satu atau lebih metoda pemeriksaan laboratorium
c. Atau pada otopsi ditemukan gambaran patologis RDS tanpa sebab yang jelas.

2. Etiologi

Coronavirus adalah mayoritas agen penyebab SARS. Virus ini stabil pada tinja dan urine pada suhu kamar selama 1-2 hari dan dapat bertahan lebih dari 4 hari pada penderita diare. Virus SARS kehilangan infektivitasnya terhadap berbagai disinfektan dan bahan-bahan fiksasi. Seperti virus lain, corona menyebar lewat udara, masuk melalui saluran pernapasan, lalu bersarang di paru-paru. Dalam temposekitar dua hingga sepuluh hari, paru-paru akan meradang, bernapas kian sulit. Metode penularannya melalui udara serta kontak langsung dengan pasien atau terkena cairan pasien. Misalnya terkena ludah saat pasien bersin dan batuk bahkan bisa melalui barang-barang yang terkontaminasi atau barang yang digunakan oleh pasien SARS.

3. Patofisiologi

Penyebab penyakit SARS disebabkan oleh coronavirus (family paramoxyviridae) yang pada pemeriksaan dengan mikroskop electron. Virus ini stabil pada tinja dan urine pada suhu kamar selama 1-2 hari dan dapat bertahan lebih dari 4 hari pada penderita diare. Seperti virus lain, corona menyebar lewat udara, masuk melalui saluran pernapasan, lalu bersarang di paru-paru. Lalu berinkubasi dalam paru-paru selama 2-10 hari yang kemudian menyebabkan paru-paru akan meradang sehingga bernapas menjadi sulit.
Metode penularannya melalui udara serta kontak langsung dengan pasien atau terkena cairan pasien. Misalnya terkena ludah (droplet) saat pasien bersin dan batuk. Dan kemungkinan juga melalui pakaian dan alat-alat yang terkontaminasi. Cara penularan : SARS ditularkan melalui kontak dekat, misalnya pada waktu merawat penderita, tinggal satu rumah dengan penderita atau kontak langsung dengan secret atau cairan tubuh dari penderita suspect atau probable. Penularan melalui udara, misalnya penyebaran udara, ventilasi, dalam satu kendaraan atau dalam satu gedung diperkirakan tidak terjadi, asal tidak kontak langsung berhadapan dengan penderita SARS. Untuk sementara, masa menular adalah mulai saat terdapat demam atau tanda-tanda gangguan pernafasan hingga penyakitnya dinyatakan sembuh. Masa penularan berlangsung kurang dari 21 hari. Petugas kesehatan yang kontak langsung dengan penderita mempunyai risiko paling tinggi tertular, lebih-lebih pada petugas yang melakukan tindakan pada sistem pernafasan seperti melakukan intubasi atau nebulasi.



4. Tanda dan Gejala

Suhu badan lebih dari 38⁰C, ditambah batuk, sulit bernapas, dan napas pendek-pendek. Jika sudah terjadi gejala-gejala itu dan pernah berkontak dekat dengan pasien penyakit ini, orang bisa disebut suspect SARS. Kalau setelah di rontgen terlihat ada pneumonia (radang paru-paru) atau terjadi gagal pernapasan, orang itubisa disebut probable SARS atau bisa diduga terkena SARS. Gejala lainnya sakitkepala, otot terasa kaku, diare yang tak kunjung henti, timbul bintik-bintik merah pada kulit, dan badan lemas beberapa hari. Ini semua adalah gejala yang kasat mata bisa dirasakan langsung oleh orang yang diduga menderita SARS itu. Tapi gejala itu tidak cukup kuat jika belum ada kontak langsung dengan pasien. Tetap diperlukan pemeriksaan medis sebelum seseorang disimpulkan terkena penyakit ini. Paru-parunya mengalami radang, limfositnya menurun, trombositnya mungkin jugamenurun. Kalau sudah berat, oksigen dalam darah menurun dan enzim hati akan meningkat. Ini semua gejala yang bisa dilihat dengan alat medis. Tapi semua gejala itu masih bisa berubah. Penelitian terus dilangsungkan sampai sekarang.

5. Epidemiologi

Penyakit SARS pertama kali ditemukan di kota Guangzhou, provinsi Guangdong, RRC, pada bulan November 2002. Setelah berjangkit di Hong Kong pada bulan Februari lalu, virus SARS kemudian merambah ke lebih 20 negara di empat benua dengan jumlah penderita 2400 orang sedang korban yang tewas mencapi 800an orang. Sumber penularan global ini bermula ketika seorang dokter asal Guangzhou bernama Prof. dr. Liu Jianlun menginap di Hotel Metropole, Hongkong, setelah sebelumnya menangani sejumlah pasien SARS di rumah sakit kotanya. Di hotel inilah kemudian virus SARS menulari delapan tamu hotel yang menginap di lantai yang sama dengan Prof. Liu, dua tamu di lantai lainnya dan seorang pengunjung melalui perantara lift hotel. Jadi ketika mereka pulang atau pergi ke negara tujuan masing-masing, yakni Singapura, Hanoi, Kanada, AS dan Irlandia, tanpa disadari virus SARS sudah menyerang tubuh mereka. Selanjutnya penyakit ini menulari para kerabat keluarga dan petugas kesehatan di rumah sakit mereka menginap hingga kemudian menyebar ke ribuan tubuh manusia di seluruh dunia.
SARS juga menjangkit Indonesia dan daerah sekitarnya . Pemerintah mengatakan belum ada penularan SARS secara lokal. Kasus yang ada saat itu merupakan orang-orang yang pulang dari negara terjangkit SARS (Hongkong, Singapura, Taiwan ).Seorang warganegara Inggris diduga sangat kuat (probable), dua warganegara Indonesia (WNI) yang baru pulang dari Singapura diduga kuat (suspect) serta 3 orang WNI diduga SARS dirawat di RS Penyakit Infeksi Prof Sulianti Saroso.Juga dilaporkan 6 TKW yang baru pulang dari Hongkong dirawat di RSUD Kendal dengan katagori observasi dan seorang dirawat di RSUD Banyumas karena diduga kuat (suspect) SARS. Seorang TKW yang baru pulang dari Singapura asal Lampung juga diobservasi kemungkinan SARS dan dirawat di RS Abdul Muluk, Bandar LampungSampai dengan 23 Juni 2003 belum ada yang meninggal karena SARS .Sejak redanya berita tentang SARS pertengahan tahun lalu, sampai sekarang belum pernah dilaporkan lagi adanya kasus baru. Walaupun demikian perlu diantisipasi pulangnya para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) secara besar-besaran dari Malaysia atau negara tetangga lainnya.

6. Penanggulangan SARS

a. Pada Penderita

Pengobatan para penderita SARS biasanya dilakukan dengan perawatan intensif di rumah sakit, terutama jika terjadi sesak napas. Penderita akan ditempatkan di ruang isolasi agar tidak menyebarkan virus ke mana-mana.
Obat yang dipakai biasanya adalah obat yang mengandung kortikosoid dan antivirus ribavirin. Walaupun demikian, obat ini belum 100% efektif mengobati SARS. Dan sampai saat ini belum ada satu pun obat yang efektif dalam mengobati SARS.
Vaksin SARS sampai saat ini memang belum ditemukan. Akan tetapi, sebenarnya ada enam pendekatan yang dapat dan sebagian telah dicoba untuk menemukan vaksin SARS. Keenam cara itu meliputi penggunaan seluruh tubuh virus yang sudah diinaktifkan/dimatikan (whole inactivated/kill), penggunaan protein virus yang sudah dimurnikan (purified protein/subunit vaccine), penggunaan virus lain yang juga punya pola RNA yang hampir sama dengan virus SARS, penggunaan vaksin DNA, penggunaan virus SARS hidup yang sudah dilemahkan (live attenuated), dan kombinasi dari berbagai teknik di atas.

b. Contant Person

• Personal Hygiene

1. Sering-sering mencuci tangan menggunakan sabun atau pembersih tangan beralkohol.
2. Gunakan juga masker penutup hidung untuk melindungi/ mengurangi kemungkinan udaran yang tercemar virus SARS masuk ke dalam sistem pernapasan. Kebiasaan Negara Jepang dalam memakai masker di tempat umum sepertinya memang harus ditiru. Sekali pun sedang tidak menyebar wabah penyakit tertentu.

• Enviroment

Menciptakan sanitasi lingkungan yang bersih dan sehat, selain itu juga diperlukan pencahayaan yang cukup serta ventilasi udara yang cukup.

• Edukasi

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang sumber dan cara penularan penyakit, gejala-gejala dini dan penanganan pertama untuk mencegah kondisi akut. Selain itu juga dapat diadakan acara-acara penyuluhan tentang penyakit SARS ini kepada masyarakat baik tentang penyebaran, gejala-gejala serta cara pencegahan dan pengobatanya.

• Perilaku

Perilaku hidup sehat perlu ditanamkan di diri setiap individu, karena apabila dalam kehidupan sehari-hari perilaku ini sudah diterapkan tentu saja akan terhindar dari berbagai macam penyakit, seperti SARS.

Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume3. EGC: Jakarta
Jong, W. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
Mansjoer, Arif dkk.1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi Ketiga. Media Aesculapius: Jakarta.
McCloskey&Bulechek. 1996. Nursing Interventions Classifications (NIC). Second edisi. By Mosby-Year book.Inc: Newyork.
http://www.news-medical.net/health/Severe-Acute-Respiratory-Syndrome-%28Indonesian%29.aspx
http://www.depkes.go.id/IND/pengumuman/pedoman spesimen sars.htm


Nama : Umy Astari
Nim : E2A009137
FKM UNDIP

Tugas DPP

“Penyakit Typoid” Merupakan Salah Satu Penyakit Food and Water Born Dieses

1. Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella. Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart,1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yangdisebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M.1999). Salmonela merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Salmonella memiliki karakteristik memfermentasikan glukosa dan mannose tanpa memproduksi gas, tetapi tidak memfermentasikan laktosa atau sukrose. Seperti Enterobacteriaceae yang lain Salmonella memiliki tiga macam antigen yaitu antigen O (tahan panas, terdiri dari lipopolisakarida), antigen Vi (tidak tahan panas, polisakarida), dan antigen H (dapat didenaturasi dengan panas dan alkohol). Antigen ini dapat digunakan untuk pemeriksaan penegak diagnosis. (Brooks, 2005).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.


2. Etiologi

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

3. Epidemiologi

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan 800 /100.000 penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir sepanjang tahun, tetapi terutama pada musim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar,umur 5- 9 tahun.
Prevalensi demam typhoid paling tinggi pada usia 15-44 tahun karena pada usia tersebut orang-orang cenderung memiliki aktivitas fisik yang banyak, atau dapat dikatakan sibuk dengan pekerjaan dan kemudian kurang memeperhatikan pola makannya, akibatnya mereka cenderung lebih memilih makan di luar rumah , atau jajan di tempat lain ,khususnya pada anak usia sekolah, yang mungkin tingkat kebersihannya masih kurang dimana bakteri Salmonella thypi banyak berkembang biak khususnya dalam makanan sehingga mereka tertular demam typhoid . Pada usia anak sekolah , mereka cenderung kurang memperhatikan kebersihan/hygiene perseorangannya yang mungkin diakibatkan karena ketidaktahuannya bahwa dengan jajan makanan sembarang dapat menyebabkan tertular penyakit demam typhoid.
Sedangkan pada anak-anak usia 0-1 tahun prevalensinya lebih rendah karena kelompok umur ini cenderung mengkonsumsi makanan yang berasal dari rumah masing-masing yang tingkat kebersihannya masih cukup baik dibanding yang dijual di warung-warung makanan (makanan yang diberikan dimasak sendiri oleh ibu bayi tersebut). Namun kelompok umur ini tidak dapat terhindar dari penyakit demam typhoid, mungkin salah satu akibatnya adalah tingkat hygine perseorangan dari ibu bayi tersebut. Mungkin ibu bayi tersebut kurang memperhatikan kebersihan makanan yang ia konsumsi, selanjutnya ibu tersebut menderita demam typhoid dan kemudian menularkan pada bayinya melalui makanan yang mengandung bakteri Salmonella thypi.

3. Patofisiologi

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

4. Manifestasi Klinik

Masa tunas typhoid 10 – 14 hari a. Minggu I pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak diperut. b. pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

5. Penanggulangan Demam Typoid

a. Pada Penderita
Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan2 posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam Tifoid atau types bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, faeces dan urine untuk mencegah penularan. Pasien harus berbaring di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan.
Selain obat-obatan yang diberikan untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing (Paracetamol), Untuk anak dengan demam tifoid maka pilihan antibiotika yang utama adalah kloramfenikol selama 10 hari dan diharapkan terjadi pemberantasan/eradikasi kuman serta waktu perawatan dipersingkat. Namun beberapa dokter ada yang memilih obat antibiotika lain seperti ampicillin, trimethoprim-sulfamethoxazole, kotrimoksazol, sefalosporin, dan ciprofloxacin sesuai kondisi pasien. Demam berlebihan menyebabkan penderita harus dirawat dan diberikan cairan Infus.
Selain itu ada juga upaya- upaya yang dapat dilakukan :
• Istirahat dan jangan banyak bergerak, jaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan peralatan yang dipakai pasien.
• Diharuskan makan makanan yang lembut (bubur) dan mengandung Vitamin, Protein, Karbohidrat dan lain-lain.
• Hindari makanan yang keras, beraroma pedas dan asam.
• Hindari minuman yang dingin.

b. Contant Person
• Imunisasi
Saat ini sudah tersedia vaksin untuk tifoid. Ada 2 macam vaksin, yaitu vaksin hidup yang diberikan secara oral (Ty21A) dan vaksin polisakarida Vi yang diberikan secara intramuskular/disuntikkan ke dalam otot. Menurut FDA Amerika, efektivitas kedua vaksin ini bervariasi antara 50-80 %.
Vaksin hidup Ty21A diberikan kepada orang dewasa dan anak yang berusia 6 tahun atau lebih. Vaksin ini berupa kapsul, diberikan dalam 4 dosis, selang 2 hari. Kapsul diminum dengan air dingin (suhunya tidak lebih dari 37 oC), 1 jam sebelum makan. Kapsul harus disimpan dalam kulkas (bukan di freezer). Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada orang dengan penurunan sistem kekebalan tubuh (HIV, keganasan). Vaksin juga jangan diberikan pada orang yang sedang mengalami gangguan pencernaan. Penggunaan antibiotik harus dihindari 24 jam sebelum dosis pertama dan 7 hari setelah dosis keempat. Sebaiknya tidak diberikan kepada wanita hamil. Vaksin ini harus diulang setiap 5 tahun. Efek samping yang mungkin timbul antara lain, mual, muntah, rasa tidak nyaman di perut, demam, sakit kepala dan urtikaria.
Vaksin polisakarida Vi dapat diberikan pada orang dewasa dan anak yang berusia 2 tahun atau lebih. Cukup disuntikkan ke dalam otot 1 kali dengan dosis 0,5 mL. Vaksin ini dapat diberikan kepada orang yang mengalami penurunan sistem imun. Satu-satunya kontra indikasi vaksin ini adalah riwayat timbulnya reaksi lokal yang berat di tempat penyuntikkan atau reaksi sistemik terhadap dosis vaksin sebelumnya. Vaksin ini harus diulang setiap 2 tahun. Efek samping yang mungkin timbul lebih ringan dari pada jika diberikan vaksin hidup. Dapat timbul reaksi lokal di daerah penyuntikkan. Tidak ada data yang cukup untuk direkomendasikan kepada wanita hamil.
• Personal Hygiene
Untuk dapat mencegah penyakit ini harus tahu terlebih dahulu cara penularan dan faktor resikonya. Kuman S typhi menular melalui jalur oro-fekal, artinya kuman masuk melalui makanan atau minuman yang tercermar oleh feses yang mengandung S typhi. Di negara endemis seperti Indonesia, faktor resikonya antara lain makan makanan yang tidak disiapkan sendiri di rumah (karena tidak terjamin kebersihannya), minum air yang terkontaminasi, kontak dekat dengan penderita tifoid, sanitasi perumahan yang buruk, higiene perorangan yang tidak baik dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat.
Oleh karena itu, pencegahan yang paling sederhana adalah dengan mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air, menyiapkan makanan sendiri, tidak buang air besar sembarangan (di negara kita masih banyak keluarga yang tidak memiliki jamban sendiri), memasak makanan terlebih dahulu, bijak dalam menggunakan antibiotik.
• Peningkatan Imunitas
Pola makan keluarga menentukan asupan gizi yang dibutuhkan oleh masing- masing anggota keluarga sesuai dengan umur dan aktivitas serta pantangan untuk masing-masing anggota keluarga, dan ini bila ada kasus alergi terhadap makanan.
Olahraga yang rutin dan juga teratur dapat membuat tubuh menjadi sehat, selain makanan yang sehat dan bergizi olahraga juga sangat berpengaruh dalam kesehatan.
• Edukasi
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang sumber dan cara penularan penyakit, gejala-gejala dini dan penanganan pertama untuk mencegah kondisi akut. Selain itu juga dapat diadakan acara-acara penyuluhan tentang penyakit typoid ini kepada masyarakat baik tentang penyebaran, gejala-gejala serta cara pencegahan dan pengobatanya.
• Perilaku
Perilaku hidup sehat perlu ditanamkan di diri setiap individu, karena apabila dalam kehidupan sehari-hari perilaku ini sudah diterapkan tentu saja akan terhindar dari berbagai macam penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
http://fkunhas.com/demam-tipus-dan-tipoid-20100804553.htm
http://www.pondokherbalindonesia.com/artikel/41-artikel-kesehatan/98-kenali-a-tanggulangi-typus.html
http://mikrobia2.files.wordpress.com/2008/05/rickettsia-typhi-new.pdf
http://journals.lww.com/amjmedsci/Citation/1921/01000/On_the_Etiology_of_Typhus_Fever.7.aspx
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/16/46df7e89064b122bcc01b1d9a565085f579c1606.pdf
http://www.infopenyakit.com/2008/08/penyakit-demam-tifoid.html

Nama : Umy Astari
Nim : E2A009137

FKM
UNDIP

Rabu, 01 Desember 2010

Tugas Epidemiologi KLB

1.Apa saja criteria suatu kejadian penyakit dikatakan wabah atau KLB?
a.Timbulnya penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
b.Peningkatan kejadian penyakit/ kematian terus menerus dalam 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)
c.Peningkatan kejadian penyakit dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)
d.Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.

2.Apa yang dimaksud dengan herd immunity?
Herd immunity atau kekebalan kelompok adalah ketahan kelompok atau masyarakat terhadap masuknya dan menyebarnya agen infeksi karena sebagian besar anggota kelompok tersebut memiliki daya tahan terhadap infeksi. Kekebalan kelompok diakibatkan dari menurunya peluang penularan bibit penyakit dari penderita yang terinfeksi kepada orang sehat yang rentan bila sebagian besar anggota kelompok tersebut kebal terhadap penyakit itu.

3.Apa yang seharusnya kita lakukan agar fenomena wabah atau KLB dapat dicegah?
a.Penanggulangan sumber pathogen
•Singkirkan sumber kontaminasi
•Hindarkan orang dari paparan
•Inactivasi atau neutralisasi pathogen
•Isolasi atau obati orang yang terinfeksi
b.Memutus rantai penularan
•Memutus sumber lingkungan
•Penanggulangan transmisi vektor
•Tingkatan sanitasi perorangan
c.Modifikasi respon penjamu
•Imunisasi kelompok rentan
•Pemakaian pencegahan khemoterapy

Jumat, 26 November 2010

TUGAS EPIDEMIOLOGI KESEHATAN

SURVEILANS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI SALATIGA JAWA TENGAH
Pendahuluan
Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien DBD. Untuk mengatasinya pihak rumah sakit menambah tempat tidur di lorong-lorong rumah sakit serta merekrut tenaga medis dan paramedis. Merebaknya kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat dalam mengantisipasi dan merespon kasus ini.
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.
Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.



Pembahasan Surveilans DBD di kota Salatiga

Tahun 2010 baru menginjak bulan ketiga. Tetapi dibandingkan tahun 2009, penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tahun ini meningkat cukup signifikan. Pada tahun 2009 lalu, ada sekitar 76 kasus DBD dengan penanganan fogging di 22 tempat. Sedangkan pada awal tahun ini , kasus DBD sudah 97 kasus dan fogging 47 kali. Kecamatan Sidorejo masih menduduki peringkat tertinggi terkait banyaknya kasus DBD ini.
Selama ini pengertian konsep surveilans epidemiologi sering dipahami hanya sebagai kegiatan pengumpulan data dan penanggulangan KLB, pengertian seperti itu menyembunyikan makna analisis dan penyebaran informasi epidemiologi sebagi bagian yang sangat penting dari proses kegiatan surveilans epidemeiologi. Menurut WHO, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih mengedepankan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan data.
Dalam sistem ini yang dimaksud dengan surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.

Manajemen Surveilans

Surveilans mencakup dua fungsi manajemen:
1) fungsi inti;
2) fungsi pendukung.
Fungsi inti (core activities) mencakup kegiatan surveilans dan langkah-langkah intervensi kesehatan masyarakat. Kegiatan surveilans mencakup deteksi, pencatatan, pelaporan data, analisis data, konfirmasi epidemiologis maupun laboratoris, umpan-balik (feedback). Langkah intervensi kesehatan masyarakat mencakup respons segera (epidemic type response) dan respons terencana (management type response). Fungsi pendukung (support activities) mencakup pelatihan, supervisi, penyediaan sumber daya manusia dan laboratorium, manajemen sumber daya, dan komunikasi (WHO, 2001; McNabb et al., 2002).

Langkah-Langkah Pengembangan Surveilans Epidemiologi Berbasis Masyarakat

Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah dengan melakukan persiapan internal dan persiapan eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
Persiapan
1. Persiapan Internal
Hal-hal yang perlu disiapkan meliputi seluruh sumber daya termasuk petugas kesehatan, pedoman/petunjuk teknis, sarana dan prasarana pendukung dan biaya pelaksanaan.

a. Petugas Surveilans
Untuk kelancaran kegiatan surveilans di desa siaga sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang mengerti dan memahami kegiatan surveilans. Petugas seyogyanya disiapkan dari tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan persepsi dan tingkat pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi petugas.
Untuk keperluan respon cepat terhadap kemungkinan ancaman adanya KLB, di setiap unit pelaksana (Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi) perlu dibentuk Tim Gerak Cepat (TGC) KLB. Tim ini bertanggung jawab merespon secara cepat dan tepat terhadap adanya ancaman KLB yang dilaporkan oleh masyarakat.

b. Pedoman/Petunjuk Teknis
Sebagai panduan kegiatan maka petugas kesehatan sangat perlu dibekali buku-buku pedoman atau petunjuk teknis surveilans.



c. Sarana & Prasarana
Dukungan sarana & prasarana sangat diperlukan untuk kegiatan surveilans seperti : kendaraan bermotor, alat pelindung diri (APD), surveilans KIT, dll.
d. Biaya
Sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan surveilans. Biaya diperlukan untuk bantuan transport petugas ke lapangan, pengadaan alat tulis untuk keperluan pengolahan dan analisa data, serta jika dianggap perlu untuk insentif bagi kader surveilans.

2. Persiapan Eksternal
Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan masyarakat, terutama tokoh masyarakat, agar mereka tahu, mau dan mampu mendukung pengembangan kegiatan surveilans berbasis masyarakat. Pendekatan kepada para tokoh masyarakat diharapkan agar mereka memahami dan mendukung dalam pembentukan opini publik untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan surveilans di desa siaga. Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, finansial dan material, seperti kesepakatan dan persetujuan masyarakat untuk kegiatan surveilans.
Langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan. Jika di desa tersebut terdapat kelompok-kelompok sosial seperti karang taruna, pramuka dan LSM dapat diajak untuk menjadi kader bagi kegiatan surveilans di desa tersebut.

Mekanisme Kerja surveilans
Kegiatan surveilans epidemiologi kesehatan merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dan sistematis dengan mekanisme kerja sebagai berikut :
1.dentifikasi kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait lainnya
2. Perekaman, pelaporan, dan pengolahan data
3. Analisis dan interpretasi data
4. Studi epidemiologi
5. Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkannya
6. Membuat rekomendasi dan alternatif tindaklanjut
7. Umpan balik.

Sumber Data surveilens
Sumber data surveilans epidemiologi meliputi :
a. Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
b. Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta laporan kantor pemerintah dan masyarakat.
c. Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan dan masyarakat
d. Data geografi yang dapat diperoleh dari unit unit meteorologi dan geofisika
e. Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
f. Data kondisi lingkungan.
g. Laporan wabah
h. Laporan penyelidikan wabah/KLB
i. Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan
j. Studi epidemiology dan hasil penelitian lainnya (kepmenkes,2003)

Hasil pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit DBD yang telah dilakukan oleh Dinkes Kota Salatiga belum berjalan sesuai harapan. Hal ini dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kasus DBD secara signifikan di kota tersebut. Kondisi diatas akan sangat mempengaruhi keberhasilan tindakan penanggulangan dan pengendalian DBD di Kota Semarang. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang pelaksanaan surveilans DBD di Kota Semarang dan identifikasi penyebab masalah dalam pelaksanaan surveilans DBD.
System surveilans penyakit DBD adalah pengamatan penyakit DBD di Puskesmas meliputi kegiatan pencatatan , pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk pemantauan mingguan , laporan mingguan wabah,laporan bulanan program P2DBD, penentuan desa atau kelurahan rawan , mengetahui distribusi kasus DBD/ kasus tersangka DBD per RW/ dusun, menentukan musim penularan dan mengetahui kecenderungan penyakit. (ditjen P2M dan PLP.1992).
Analisis data yang biasa digunakan dalam surveilans DBD meliputi langkah langkah sebagai berikut:
a. Survey,
b. Analisa system,
c. Desain , mengimlementasikan model yang diinginkan pemakai
d. Implementasi , mempresentasikan hasil desain kedalam pemograman
e. Uji coba desain
f. Testing akhir
g. Deskripsi pengoprasian
h. Konversi database
i. Instalasi

Kendala yang dialami selama ini dalam analisis data adalah penyampaian informasi hasil PE oleh Puskesmas ke DKK. Kendala tersebut yaitu keterlambatan penyampaian hasil PE (lebih dari satu minggu). Tindak lanjut dari PE yang dilakukan oleh DKK , yaitu fogging atau pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Laporan kasus DBD seharusnya dilakukan dalam kurun waktu 1x 24 jam, namun pada kenyataannya lebih dari itu. alur pelaporan kasus DBD dimulai dari masyarakat dan dari petugas kesehatan / RS ataupun klinik lainnya kemudian dilanjutkan pelaporan ke puskesmas , dari puskesmas akan diteruskan laporannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota.
Berdasarkan survey kebutuhan dan analisis system terhadap system surveilans dan cara pencatatan dan pelaporan penyakit demam berdarah mulai dari masyarakat , Puskesmas dan kemudian ke Dinas Kesehatan maka sitem yang dikembangkan adalah suatu system informasi surveilans epidemiologi yang bersifat multi user dengan model modular. Adapun model tersebut mencakup modul pemasukan kasus, modul pemasukan pengamatan, modul masukan pengamatan jentik berkala, modul penyelidikan Epidemiologi (PE), modul pencatatan fogging, modul Pokja DBD, modul pemasukan data jumlah penduduk dan modul pelaporan.
Hasil pemasukan data dari modul modul diatas akan menghasilkan laporan laporan yaitu: angka bebas jentik(ABJ), proporsi penyakit DBD per jenis kelamin, proporsi penyakit DBD per golongan umur, laporan House indek, laporan incidency rate DBD, laporan case fatality rate, laporan pelaksanaan PSN, laporan hasil PE dan laporan pelaksanaan fogging.





KESIMPULAN
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Hasil pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit DBD yang telah dilakukan oleh Dinkes Kota Salatiga belum berjalan sesuai harapan. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya kasus DBD di kota Salatiga mulanya 76 kasus menjadi 97 kasus.

DAFTAR PUSTAKA
1. Agushybana F, Cahyadi Tri Purnami, M. Solihuddin. Sistem informasi surveilans demam berdarah dengue (SIS DBD) berbasis web untuk perencanaan, pencegahan dan pemberantsan DBD [online]. [cited 2009 Nov 15]
Available from : http://www.litbang.depkes.go.id/download/seminar/desentralisasi6- 80606/MakalahFarid.pdf
2. Daud O. Studi epidemiologi kejadian penyakit demam berdarah dengue dengan pendekatan spatial system informasi geografis di Kecamatan Palu Selatan Kota Palu [online]. 2008 [cited 2009 Nov 30].
Available from : http://www.scribd.com/doc/16349352/
3. Demam berdarah dengue cara mencegah dan menanggulanginya [online]. 2009 [cited 2009 Nov 25]. Available from :http://www.surabaya-ehealth.org/dkksurabaya/berita/
4. Dirjen P2PL Depkes RI, Panduan Praktis Surveilans Epidemiologi Penyakit, 2003.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia . Nomor 1116 /Menkes /Sk/ Viii/2003
6. Titte K, Adimidjaja, Tri D W, Kristina, Isminah, Leny Wulandari. Kajian masalah kesehatan demam berdarah dengue [online]. [cited 2009 Nov 25] Available
from : http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm

Jumat, 15 Oktober 2010

Epidemiologi dan Peranannya dalam Kesehatan Masyarakat


Pengertian Epidemiologi
          Epidemiologi berasal dari bahasa latin, epos atau epi yang berarti pada, demos atau demi yang berarti banyak orang dan logos atau logi yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari hal yang menimpa orang atau masyarakat. Dalam hubungan dengan penyakit, khususnya penyakit menular, epidemiologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari frekuensi dan penyebaran penyakit menular pada sekelompok manusia serta factor-faktor yang mempengaruhinya.
           Dengan adanya pengertian bahwa penyakit menular itu bukan merupakan satu-satunya masalah kesehatan yang mungkin dialami oleh sekelompok manusia atau masyarakat, dalam pengertian modern epidemiologi saat ini diartikan sebagai ilmu yang mempelajari frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta factor-faktor yang mempengaruhinya.
Dengan pengertian modern ini maka ruang lingkup epidemiologi menjadi semakin luas, tidak hanya terbatas pada masalah penyakit menular saja, melainkan meliputi juga penyakit tidak menular serta masalah-masalah kesehatan yang lainnya. Akan tetapi meskipun demikian, titik berat perhatian epidemiologi tetap ditunjukan pada masalah-masalah penyakit, karena berbagai masalah kesehatan diluar penyakit itu hanya mempunyai arti bila ada hubungannya dengan penyakit.  Sebagai ilmu yang selalu berkembang, Epidemiologi senantiasa mengalami perkembangan pengertian dan karena itu pula mengalami modifikasi dalam batasan/definisinya. Beberapa definisi telah dikemukakan oleh para pakar epidemiologi, beberapa diantaranya adalah:
  1. Greenwood ( 1934 )
Mengatakan bahwa Epidemiologi mempelajari tentang penyakit dan segala macam kejadian yang mengenai kelompok ( herd ) penduduk.
 Kelebihannya adalah adanya penekanan pada Kelompok Penduduk yang mengarah kepada Distribusi  suatu penyakit.
  1. Brian Mac Mahon ( 1970 )
Epidemiology is the study of the distribution and determinants of disease frequency in man.
Epidemiologi adalah Studi tentang penyebaran dan penyebab frekwensi penyakit pada manusia dan mengapa terjadi distribusi semacam itu. Di sini sudah mulai menentukan Distribusi Penyakit dan mencari Penyebab terjadinya Distribusi dari suatu penyakit.
  1. Gary D. Friedman ( 1974 )
Epidemiology is the study of disease occurance in human populations.
  1. Anders Ahlbom & Staffan Norel ( 1989 )
Epidemiologi adalah Ilmu Pengetahuan mengenai terjadinya penyakit pada populasi manusia.
Sejarah Epidemiologi
Epidemiologi sudah berkembang pesat sejak zaman Yunani kuno. Ilmu ini sangat berpengaruh besar terhadap perilaku masyarakat guna mencapai tujuan sosial-humanisme. Pencetus epidemiologi adalah sebagai berikut:
  1. Hippocrates, (circa 400 BCE): On Airs, Waters, and Places.
  2. John Graunt (1620-1674): Natural and Political Observations on the Bills of Mortality
  3. James Lind (1716-1794):  A Treatise of the Scurvy in Three Parts
  4. William Farr: Campaigning statistician
  5. John Snow: On the Mode and Communication of Cholera
  6. Joseph Golderberger (1874-1929)
  7. Dari keseluruhan para ahli epidemiologi, John Snow lah yang dianggap sebagai Bapak Epidemiologi Modern.


Pengertian Pokok yang Dipelajari Epidemiologi :

  1. Frekuensi Masalah Kesehatan
Merupakan upaya melakukan kuantifikasi atau proses phatologis atau kejadian untuk mengukur besarnya kejadian/ masalah serta untuk melakukan perbandingan. Setiap pengamatan yang sistematis terhadap pola penyakit didalam masyarakat, dimulai dari analisis data sekunder dan primer yang terkumpul.
  1. Penyebab Masalah Kesehatan
Menunjukan bahwa dalam memahami kejadian yang berkaitan dengan penyakit atau masalah kesehatan, epidemiologi menggambarkan kejadian tersebut menurut karakter/ variabel orang, tempat dan waktu. Artinya dalam penyelidikan selalu menjawab pertanyaan siapa yang terkena penyakit didalam populasi, kapan, dan dimana penyakit tersebut terjadi. Guna menjawab pertanyaan tersebut mungkin diperlukan perbandingan antara populasi yang berbeda dalam waktu yang sama, antara subgroup didalam suatu populasi, atau antara berbagai periode observasi. Pengetahuan tentang distribusi penyakit diperlukan untuk menjelaskan pada penyakit serta merumuskan hipotesis tentang kemungkinan factor penyebab atau pencegah.
  1. Faktor Determinan yang Mempengaruhi
Adalah factor yang mempengaruhi, berhubungan atau member resiko terhadap terjadinya penyakit / masalah kesehatan. Merupakan kelanjutan dua komponen terdahulu, karena pengetahuan tentang frekuensi dan distribusi penyakit diperlukan untuk menguji hipotesis epidemiologi; jadi menunjukan factor penyebab dari suatu masalah kesehatan, baik yang menerangkan frekuensi, penyebaran dan penyebab munculnya masalah kesehatan.
Prinsip/ Ruang Lingkup Epidemiologi
  1. Masalah kesehatan sebagai subjek dan objek epidemiologi 
    Epidemiologi tidak hanya sekedar mempelajari masalah-masalah penyakit-penyakit saja, tetapi juga mencakup masalah kesehatan yang sangat luas ditemukan di masyarakat. Diantaranya masalah keluarga berencana, masalah kesehatan lingkungan, pengadaan tenaga kesehatan, pengadaan sarana kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, subjek dan objek epidemiologi berkaitan dengan masalah kesehatan secara keseluruhan.
  1. Masalah kesehatan pada sekelompok manusia 
    Pekerjaan epidemiologi dalam mempelajari masalah kesehatan, akan memanfaatkan data dari hasil pengkajian terhadap sekelompok manusia, apakah itu menyangkut masalah penyakit, keluarga berencana atau kesehatan lingkungan. Setelah dianalisis dan diketahui penyebabnya dilakukan upaya-upaya penanggulangan sebagai tindak lanjutnya.
  1. Pemanfaatan data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan dalam merumuskan penyebab timbulnya suatu masalah kesehatan. 
    Pekerjaan epidemiologi akan dapat mengetahui banyak hal tentang masalah kesehatan dan penyebab dari masalah tersebut dengan cara menganalisis data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan yang terjadi pada sekelompok manusia atau masyarakat. Dengan memanfaatkan perbedaan yang kemudian dilakukan uji statistik, maka dapat dirumuskan penyebab timbulnya masalah kesehatan.
Kegunaan/ Manfaat epidemiologi
Apabila Epidemiologi dapat dipahami dan diterapkan dengan baik, akan diperoleh berbagai manfaat yang jika disederhanakan adalah sebagai berikut :
  1. Membantu Pekerjaan Administrasi Kesehatan.
  2. Dapat Menerangkan Penyebab Suatu Masalah Kesehatan.
  3. Dapat Menerangkan Perkembangan Alamiah Suatu Penyakit.
  4. Dapat Menerangkan Keadaan Suatu Masalah Kesehatan.
Perpaduan ciri ini pada akhirnya menghasilkan 4 ( empat ) Keadaan Masalah Kesehatan yaitu :
  1. EPIDEMI 
    Adalah : Keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( umumnya penyakit ) yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat berada dalam frekwensi yang meningkat.
  1. PANDEMI 
    Adalah : Suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( umumnya penyakit ) yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat memperlihatkan peningkatan yang amat tinggi serta penyebarannya telah mencakup suatu wilayah yang amat luas.
  1. ENDEMI 
    Adalah : suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( umumnya penyakit ) yang frekwensinya pada suatu wilayah tertentu menetap dalam waktu yang lama.
  1.  SPORADIK 
    Adalah : suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( umumnya penyakit ) yang ada di suatu wilayah tertentu frekwensinya berubah – ubah menurut perubahan waktu.
Level Epidemiologi 
Epidemiologi dibagi menjadi 2 , yaitu :
  1. Epidemiologi Deskriptif
Epidemiologi ini bertujuan memberikan gambaran tentang keadaan tertentu. Level epidemiologi deskriptif pada tingkat mengetahui frekuensi dan distribusi suatu penyakit/ masalah kesehatan. Didalam epidemiologi deskriptif dipelajari bagaimana frekuensi penyakit berubah menurut perubahan variabel-variabel epidemiologi yang terdiri dari orang (person), tempat (place) dan waktu (time).
  1. Orang (Person)
Disini akan dibicarakan peranan umur, jenis kelamin, kelas sosial, pekerjaan, golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga dan paritas.
  1. Tempat (Place)
Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu penyakit berguna untuk perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan penjelasan mengenai etiologi penyakit.
  1. Waktu (Time)
Mempelajari hubungan antara waktu dan penyakit merupakan kebutuhan dasar didalam analisis epidemiologis, oleh karena perubahan-perubahan penyakit menurut waktu menunjukkan adanya perubahan faktor-faktor etiologis.
  1. Epidemiologi Analitik
Epidemiologi yang bertujuan menguji hipotesis suatu hubungan sebab akibat. Level epidemiologi analitik adalah mempelajari sampai dengan mengetahui factor resiko atau factor-faktor yang berhubungan/ berpengaruh terhadap timbulnya penyakit/masalah kesehatan.
Ada 3 studi tentang epidemiologi ini :
1. Studi Riwayat Kasus (Case History Studies)
Dalam studi ini akan dibandingkan antara 2 kelompok orang, yakni kelompok yang terkena penyebab penyakit dengan kelompok orang yang tidak terkena (kelompok kontrol). 
 
2.Studi Kohort (Kohort Studies)
Dalam studi ini sekelompok orang dipaparkan (exposed) pada suatu penyebab penyakit (agent). Kemudian diambil sekelompok orang lagi yang mempunyai ciri-ciri yang sama dengan kelompok pertama tetapi tidak dipaparkan atau dikenakan pada penyebab penyakit. Kelompok kedua ini disebut kelompok kontrol. Setelah beberapa saat yang telah ditentukan kedua kelompok tersebut dibandingkan, dicari perbedaan antara kedua kelompok tersebut, bermakna atau tidak. 
 
3. Epidemiologi Eksperimen
Studi ini dilakukan dengan mengadakan eksperimen (percobaan) kepada kelompok subjek kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol (yang tidak dikenakan percobaan).
Peranan Epidemiologi dalam Kesehatan Masyarakat
  1. Mengidentifikasi factor yang mempengaruhi timbulnya gangguan kesehatan/ penyakit dalam suatu masyarakat tertentu dalam usaha mencari data untuk penanggulangan serta cara pencegahanya.
  2. Menyiapkan data/ informasi untuk keperluan program kesehatan dengan menilai status kesehatan dalam masyarakat serta memberikan gambaran tentang kelomnpok penduduk yang terancam.
  3. Membantu menilai beberapa hasil program kesehatan.
  4. Mengembangkan metodelogi dalam menganalisis penyakit serta mengatasinya, baik penyakit perorangan (tetapi dianalisis dalam kelompok) maupun Kejadian Luar Biasa (KLB)/ wabah dalam masyarakat.
  5. Peranan epidemiologi, khususnya dalam konteks program Kesehatan dan Keluarga Berencana adalah sebagai tool (alat) dan sebagai metode atau pendekatan. Epidemiologi sebagai alat diartikan bahwa dalam melihat suatu masalah KB-Kes selalu mempertanyakan siapa yang terkena masalah, di mana dan bagaimana penyebaran masalah, serta kapan penyebaran masalah tersebut terjadi.
    Demikian pula pendekatan pemecahan masalah tersebut selalu dikaitkan dengan masalah, di mana atau dalam lingkungan bagaimana penyebaran masalah serta bilaman masalah tersebut terjadi.
  6. Kegunaan lain dari epidemiologi khususnya dalam program kesehatan adalah ukuran-ukuran epidemiologi seperti prevalensi, point of prevalence dan sebagainya dapat digunakan dalam perhitungan-perhitungan : prevalensi, kasus baru, case fatality rate dan sebagainya.

Kesimpulan:
  1. Epidemiologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang seberapa sering penyakit dialamioleh suatu kelompok orang yang berbeda dan mencari tahu bagaimana bisa terjadi.
  • Pokok yang Dipelajari Epidemiologi : 

    1. Frekuensi Masalah Kesehatan

    2. Penyebab Masalah Kesehatan 

    3. Faktor Determinan yang Mempengaruhi
  • Prinsip/ Ruang Lingkup Epidemiologi
    1. Masalah kesehatan sebagai subjek dan objek epidemiologi
    2. Masalah kesehatan pada sekelompok manusia
    3. Pemanfaatan data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatn dalam merumuskan  penyebab timbulnya suatu masalah kesehatan
  • Ilmu ini bermanfaat sebagai informasi untuk merencanakan dan mengevaluasi strategi-strategi yang telah dilakukan, memberikan petujuk kepada para petugas kesehatan untuk menindaklanjuti perkembangan pasien. Seperti halnya dengan ilmu patologi, epidemiologi juga merupakan cabang ilmu yang integral dan memiliki deskripsi penanganan yang khas.
  • Ruang lingkup epidemiologi menjadi semakin luas, tidak hanya terbatas pada masalah penyakit menular saja, melainkan meliputi juga penyakit tidak menular serta masalah-masalah kesehatan yang lainnya. Akan tetapi meskipun demikian, titik berat perhatian epidemiologi tetap ditunjukan pada masalah-masalah penyakit, karena berbagai masalah kesehatan diluar penyakit itu hanya mempunyai arti bila ada hubungannya dengan penyakit.


Daftar Pustaka :
    Azwar, Azrul. 1999. Pengantar Epidemiologi. Jakarta:Binarupa Aksara
    Budiarto, Eko. 2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: AGC
    Kasjono, Heru Subaris. 2008. Intisari Epidemiologi. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press. 
    Notoatmodjo,   Prof. Dr. Soekidjo. 2003. Prinsip-Pinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. 
    Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta.


Nama: Umy Astari
Mahasiswa FKM UNDIP